Tersangka perancang kerusuhan dikala agresi Mujahid 212, Abdul Basith, menyebut sejumlah bom ikan disiapkan untuk meledakkan sentra bisnis di beberapa titik di Jakarta.
Abdul mengutarakan rencananya bom diletakkan di sentra bisnis di tujuh titik.
"Otista, Kelapa Gading, Senen, Glodok, dan Taman Anggrek," kata Abdul Basith dikala ditemui Tempo di Polda Metro Jaya, Rabu, 2 Oktober 2019.
Rencana bom dikala agresi Mujahid 212 pada 28 September 2019 disebut Abdul Basith dibahas di sebuah rapat di kediaman mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Tentara Nasional Indonesia AD Mayjen (Purn) Soenarko di Ciputat.
Rapat di kediaman Soenarko di Ciputat, Tangerang Selatan itu digelar pada 20 September 2019.
Menurut Abdul, dikala rapat Soenarko memberikan perlunya dibentuk letusan di beberapa titik.
"Rapat di sini, perlu dibentuk letusan dan ledakan," kata Abdul dikala ditemui Tempo di Polda Metro Jaya, 2 Oktober 2019. "Pak Soenarko bilang letusan, ledakan dan bom."
Bom itu, Abdul berujar, untuk menyerang etnis Cina yang tinggal di Indonesia.
Rapat mulanya ingin membahas penilaian dan planning demonstrasi yang akan datang.
Dalam rapat itu hadir Laode Sugiono yang menyanggupi menyiapkan materi peledak.
Laode menghadiri pertemuan bersama Mulyono Santoso.
Polisi memutuskan Laode tersangka. Abdul nengaku gres kenal keduanya di pertemuan tersebut.
"Laode menyanggupi mengadakan pembuatan, mendatangkan, pembuat ledakan," ujar dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
Menurut dia, sekitar 15 orang ada di pertemuan itu.
Abdul tak mengenal seluruhnya. Adapun pembahasan menyiapkan peledak didiskusikan di meja melingkar.
Abdul menyebut tak dilibatkan dalam diskusi tersebut.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono sebelumnya menyampaikan Abdul Basith berperan sebagai penyedia dana untuk mendatangkan perakit bom ikan dari Papua dan Ambon.
Argo menjelaskan bom yang disita bukan molotov, melainkan bom ikan.
Di dalam bom tersebut, kata dia, berisikan paku. Bom berjumlah 29 buah dan disimpan di rumah Abdul.
Abdul Basith ditangkap di kawasan Cipondoh, Tangerang, dan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam perkara ini polisi juga menangkap sembilan tersangka lainnya yang berinisial S alias L, JAF, OS, NAD, AL, SAM, YF, ALI, dan FEB.
Kepada Majalah Tempo, Soenarko, membantah pernyataan Abdul Basith.
Dalam wawancara Majalah Tempo edisi 5 Oktober 2019, Soenarko mengklarifikasi pertemuan bukan planning pengeboman.
"Itu (pertemuan) sebatas silaturahim dengan para tamu. Ini biasa dilakukan kepada setiap tamu yang tiba ke tempat saya," ujarnya.
Abdul Basith menyebutkan untuk mengusik orang Cina, Anda menyerukan kepada penerima rapat untuk menciptakan suatu letusan atau ledakan...
Tidak ada pernyataan menyerupai itu.
Dalam pertemuan itu juga direncanakan pemuatan bom molotov yang akan diledakkan di tujuh lokasi. Di mana saja?
Tidak ada planning apa pun semacam itu.
Basith menuding Anda mendanai ongkos pesawat bagi pembuat bom molotov. Dari mana dana yang digunakan?
Tidak ada dana apa pun semacam itu.
Sejauh mana Anda mengenal Sony Santoso, Slamet Soebijanto, Abdul Basith dan Laode Sugiono?
Saya kenal Pak Slamet dan Laksamana Muda Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (Purnawirawan) Sony Santoso semasa saya dinas di TNI, kurang lebih 10 tahun yang lalu. Saya kenal Abdul Basith lebih kurang 3 bulan yang lalu. Saya kenal Laode Sugiono dikala yang bersangkutan hadir di kediaman rumah saya pada 20 September lalu.
Sumber : tempo.co
No comments:
Post a Comment